Recent Posts

7 Januari 2014

Apa lagi alasanya? Mengapa kau tak bisa menggambar?

Kau sudah mencoba berulang kali.Dan telah melihat beberapa karya seni dan merasakan emosi dalam diri, ketika mencoba membuat yang sama. Akhirnya kau menyerah. Mari jujur, Anda tak mempunyai bakat! Bahkan perangkat!Atau keterampilan manual yang lebih baik. Tapi apakah Anda benar-benar membutuhkan itu semua?


Saya tidak mempunyai bakat

"Saya berharap saya memiliki bakat Anda!" Kedengarannya akrab, kan eh? Anda mungkin pernah mengatakan itu beberapa kali kepada seseorang yang membuat Anda terkesan. Tolong, jangan katakan itu! Ini bukan pujian, itu merupakan penghinaan! Apa Dia mungkin mendengar ketika Anda mengatakan itu, "Saya tidak peduli berapa jam Anda telah menghabiskan mengembangkan keterampilan Anda, aku cemburu bahwa Anda diberi bakat yang baik, bahwa saya tidak cukup beruntung untuk mendapatkan."  Atau " lebih blak-blakan, "aku akan sebaik Anda jika hanya aku lahir dengan gen yang baik." dengan kata lain, Anda selalu mengatakan kepada orang-orang yang membuat Anda terkesan bahwa mereka tidak pernah melakukan apa-apa pada diri mereka sendiri!



Apa si Bakat itu ?


Anda dapat pergi ke mana pun. Menggunakan sepeda atau mobil akan membawa Anda ke sana lebih cepat, tapi tetap saja, Anda pasti akan mencapai tujuan cepat atau lambat. Memiliki bakat adalah seperti memiliki mobil. Ini adalah katalis, sesuatu yang mempercepat proses belajar. Memiliki mobil tidak berarti Anda akan mencapai tujuan-itu Anda hanya membuat lebih mudah.

Orang dengan bakat alami telah didorong untuk menggambar karena mereka mampu memegang pensil. Orang tua dan guru melihat sesuatu yang menjanjikan dalam coretan kekanak-kanakan mereka, dan setiap pujian merupakan dorongan motivasi kepada seorang anak. 

Coretan ini tidak benar-benar "epik", juga tidak "indah". Mungkin guru bisa melihat apa yang ada digambar tanpa penjelasan, dan itu sudah cukup. Cukup untuk menjaga anak menggambar lebih dan lebih! Ketika anak-anak yang lain menikmati permainan yang mereka pikir lebih baik daripada mengolesi kertas dengan coretan, anak itu terus menggambar.
Dan kemudian, beberapa tahun kemudian, Anda berdua bertemu. Orang ini bisa menggambar potret foto-realistis dalam beberapa jam, dan Anda hanya dapat mengambar sebuah tongkat. Itu benar, keterampilan Anda belum berkembang sejak TK! Sekarang tanyakan pada diri sendiri, mengapa?

Sudah terlambat, Aku seharusnya memulai sejak dulu


Dikatakan Anda membutuhkan tujuh tahun untuk menyempurnakan keterampilan.


Semua Orang - orang berbakat ini sudah memilikinya (atau hampir) di belakang mereka, tapi Anda masih memiliki banyak waktu juga! Kabar baiknya adalah Anda sekarang dapat menampilakn semua bukti kemajuan Anda, gunakan tutorial di Internet dan dapatkan respon balik dari seniman. kau bukan anak -anak lain lagi, sehingga Anda benar-benar dapat merencanakannya!

Dan berhenti bertanya kepada para seniman berapa lama waktu mereka untuk sampai ke tingkat itu. Anda hanya akan membenarkan jawaban mereka untuk mengatakan kepada diri sendiri "bahwa itu terlalu terlambat bagi Anda untuk mencoba".


Tapi Aku bahkan tidak dapat mengambar  Stick Figure!


Apa artinya? Anda tidak diizinkan untuk? Tangan Anda berhenti merespons ketika Anda menyentuh kertas? Anda mungkin mencoba untuk mengatakan itu tidak beres.

Jadi, sekali lagi, apa artinya? Apa sebenarnya adalah "cara yang benar" untuk mengambar stick figure?


Saya maksud, sebuah Stick Figure yang mengerikan, hanya itu yang dapat saya buat. Apa Kau bahagia sekarang?


Benar-benar! Karenastick figure adalah semua yang Anda butuhkan untuk memulai. Setiap gambar manusia dimulai dengan stick figure. Itulah gambar manekin yang anda buat    - Anda membuat pose, menggambar stick figure dan kemudian menggunakan pengetahuan anatomi Anda untuk membuatnya terlihat seperti manusia nyata.




Pengetahuan Anatomi ? Ya, Tentu ...


Tapi, hei, tidak ada yang lahir dengan itu!  Setiap orang yang berbakat harus belajar untuk membuat konsep epik dari sebuah seni yang Anda puja. Dan belajar adalah sesuatu yang dapat Anda lakukan tanpa bakat apapun - Anda dapat membaca buku-buku dan praktek, seperti biasa.
Jadi, keterampilan manual diperlukan untuk mengambar stick figure + pengetahuan anatomi = menggambar tubuh manusia





Tanggan saya begitu kaku


Gunakan kaki atau mulut kemudian. Semuanya dapat dilatih untuk membuat tanda di kertas. Dan kemudian, dengan waktu dan latihan, tanda ini akan mulai menyerupai sesuatu. Tidak percaya padaku? Check out karya Larime Taylor, seorang seniman cacat yang menarik dengan mulutnya.

Jika tanggan saya tidak bermaslah, tapi kenapa gambar saya tidak menyerupai sesuaIu?


Ini bukan tentang tangan Anda. Semua seniman berbakat menggambar persis baris yang sama seperti Anda. Satu-satunya perbedaan adalah mereka tahu di mana harus menempatkan garis. Ini tentang cara Anda melihat hal-hal. Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa anak-anak menggambar stick figure ketika mereka ingin menggambar manusia? Karena mereka melihat bentuk yang disederhanakan.

Semuanya bisa diubah menjadi bentuk yang disederhanakan untuk representasi lebih mudah. Masalahnya adalah kadang-kadang Anda punya bentuk yang disederhanakan terjebak dalam pikiran Anda dengan cara Anda melihat mereka ketika Anda masih kecil. Sebuah kepala adalah suatu lingkaran, oval mata, telinga kucing adalah segitiga dan manusia terbuat dari lima stick.

Ini adalah titik awal yang baik, tapi hanya untuk awal. Anda perlu untuk melihat lebih banyak. Lihatlah pohon seolah-olah Anda melihatnya untuk pertama kalinya. Ini tidak benar-benar terbuat dari dua unsur, bukan? Anda akan melihat bentuk tidak teratur cluster daun, cara cabang tikungan, bahwa batang pohon itu tidak benar-benar lurus, dan bahwa, sebenarnya, pohon terbuat dari banyak pohon kecil. Sekarang Anda tidak akan menarik tongkat dengan awan hijau di atas lagi!



Bahkan aku tidak bisa  Menggambar Garis Lurus!


aSaya jug Seriously, kami menggunakan penggaris untuk hal-hal ini. Jika garis Anda benar-benar tetap goyah, Anda mungkin menggambar ke arah yang salah. coba lagi dan mulai lah menggambar garis bergelombang beberapa di setiap arah, dari atas ke bawah, dari kiri ke kanan, di kertas dan sebagainya. Periksa dan lihat apa yang membuat tangan Anda rileks, dan ketika dibutuhkan sedikit lebih banyak usaha untuk menarik garis.  Ada alasan semua karakter saya sedang mengarah ke kiri. Itu karena terasa lebih nyaman!





Tapi disemua Tutorial dimulai dengan lingkaran dan saya tidak bisa membuatnya tanpa kompas


Sebenarnya, Anda tidak harus menggambar lingkaran sempurna. Ini akan menjadi sia-sia, karena lingkaran adalah hanya dasar untuk sisa gambar, dan biasanya terhapus setelah itu. You’re not an architect! Banyak orang berpikir seniman menggambar gambaran lengkap dari memori, dengan setiap baris menjadi sempurna dari awal. Masalahnya adalah Anda hanya melihat draft akhir gambar. Tidak ada garis berantakan, semuanya bersih dan sempurna. Anda tidak tahu tentang garis panduan, tentang semua koreksi, kesalahan dan apapun seniman lakukan sebelum mereka selesai. Ada ilusi gambar tampak seperti ini dari awal. Kemudian Anda mencoba untuk menarik seperti ini dan akhirnya frustrasi.




Jadilah berantakan! Ada perjalanan panjang dari sketsa ke gambar akhir, dan Anda diperbolehkan untuk membuat sejumlah besar kesalahan pada setiap tingkat gambar. Jangan mendorong pensil Anda, jangan menggambar garis panjang, menyentuh kertas sangat ringan, belajar menggambar dengan tangan Anda santai. Itulah langkah pertama untuk meninggalkan tongkat angka di belakang.






Saya Tahu Persis Apa yang saya Ingin Gambar Exactly, tapi saya susah untuk membuatnya Proporsional

Ini adalah masalah yang sangat serius. Anda tahu bagaimana membuat sketsa garis sederhana, Anda belajar bagaimana untuk melihat, tapi kemudian tidak tampak sebagaimana mestinya. Bagaimana Anda bisa memperbaikinya? Untuk memulai, berhenti menggambar hal-hal yang rumit sampai Anda mengatasi masalah ini. Lupakan tentang mereka sejenak. Belajarlah untuk mengukur hal-hal sederhana dengan mata - melihat di mana Anda dapat menempatkan garis panduan untuk menahan proporsi. Dan benar-benar mempelajarinya sebelum kembali ke wajah atau seluruh tubuh.




Saya tak punya Graphics Tablet

Dan jika Anda bisa, Anda akan menarik epik, pemandangan warna-warni, kan? Anda bisa menggunakan layar dan Control-Z setiap ada kesalahan, sehingga tidak akan ada kesalahan fatal, dan itu akan menjadi seperti memiliki semua alat lukis dalam satu kesatuan! Ini semua adalah kuas digital… Kau bisa mendownlaod cloud brush, tunggu beberapa menit dan there you go! atau fur brush. Tidak ada lagi mengambar Rambut dari satu helai ke satu helai, cukup dengan smudges dan selesai! Ahh,  itu sangat keren untuk menjadi seniman digital ...

SALAH. OK, memang cool menjadi seniman digital, tidak ada batahan untuk itu, Tapi pertama kau perlu menjadi artist. Jika kau tidak bisa mengambar, bagaimana kau mengambar si Pen Tablet?  Jika kau tidak bisa mengendarai mobil, membeli mobil sport mewah, tidak akan membuat mu lebih mudah. OK kau dapat memangil taxi (photo brushes, tracing) dan pergi kesatu tujuan tanpa perlu belajar. Tapi kau inggin belajar menggambar kan ? Bukan berpura pura bisa mengambar.

Lalu Bagai mana dengan perangkat khusus : Pencils, Markers, Paper, Colors…


Ketika kau kecil, yang kau butuhkan menjadi kreatif, hanya tongkat dan debu. Sekarang kau  bisa lebih professional dan membeli pensil sungguhan! yang saya maksud pensil sungguhan, pensil HB murah. Kau juga bisa membeli kertas fotokopi murah, jadi tidak ragu ragu menghabiskannya. Dan itu saja. Tentu , mengambar menyenangkan, dan kertas yang baik, membuat perbedaan, tapi kitadisini bicara tentang permulaan. Ingat,  bahkan jangan mencoba untuk mendapatkan mobil yang lebih baik ketika Anda masih belajar bagaimana memegang roda.






7 Januari 2013

Elemen Estetis Pembentuk Logo

Sebagai bagian dari perencanaan coporate identity design, logo ibarat bagian tubuh yang mampu mengutarakan isi hati produk atau perusahaan.
Dari sisi pemasaran, logo mempunyai fungsi identitas yang membedakan sebuahproduk, dengan produk lainnya. Kesemuannya itu tidak lepas dari hakikat logo itu sendiri, sebagai bentuk karya seni rupa biasa berupa dwi matra (Dua Dimensi), atau tri matra (Tiga Dimensi). Sebagai karya seni rupa. Sebuah logo tidak bisa lepas dari elemen-elemen senirupa dasar yang membentuknya seperti garis, bentuk, warna, ruang, tipografi dll. Seperti yang dikemukakan oleh Jhon Murphy :

"The Successful designer of trademarks and logos need to have basic intellectual and draftsmanship skills in addition to sensitivity to the aesthetic elements of design"

Yang berati, seorang perancang logo dan cap dagang yang sukses, perlu memiliki kepandaian dasar dan keterampilan dan dalam menggambar dalam hubungannya dengan kepekaan terhadap elemen estetika disain.

Pada bagian ini akan disampaikan secara ringkas elemen-elemen pembentuk logo, antara lain sebagagai berikut :

1. Garis

Pengertian garis menurut Leksikon Grafika adalah benda dua dimensi tipis memanjang. Sedangkan Lillian Gareth mendefinisikan garis sebagai sekumpulan titik yang bila dideretkan maka dimensi panjangnya akan tampak menonjol dan sosoknya di sebut garis.

Terbentuknya garis merupakan gerakan dari suatu titik yang membekaskan jejaknya sehingga terbentuk suatu goresan. Untuk menimbulkan bekas, bisa menggunakan pensi, pena, kuas dan lain lain. Bagi senirupa garis memiliki fungsi yang fundamental, sehingga diibaratkan jantungnya seni rupa. Garis sering pula disebut kontur, sebuah kata yang samar dan jarang digunakan.

Pentingnya garis sebagai elemen senirupa, sudah terlihat sejak dulu kala. Nenek moyang manusia jaman dulu, menggunakan garis sebagai media ekspresi senirupa di gua-gua. Mereka menggunakan garis untuk membantuk objek-objek ritual mereka. Sebagai contoh adalah lukisan didinding gua.

Selain berupa lukisan, nenenk moyang manusia juga menggunakan garis sebagia media komunikasi. Disamping potensi garis sebagai pembentuk kontur, garis merupakan lemen untuk mengungkapkan gerak dan bentuk. Baik dua dimensi maupun tiga dimensi.

Suasana dalam garis

Dalam hubungannya sebagai elemen senirupa, garis memiliki kemampuan untuk mengungkapkan suasana. Suasana yang tercipa dari garis terjadi karena proses stimulasi dari bentuk-bentuk sederhana yang sering kita lihat disekitar kita yang terwakili dari bentuk garis tersebut. Sebagai contoh adalah bila kita melihat garis bentuk "S", atau yang sering disebut "Line of Beauty" maka kita akan merasakan sesauatu yang lembut, halus dan gemulai. Perasaan ini terjadi karena ingatan kita mengasosiasikannya dengan bentuk - bentukyang dominan dengan bentuk lengkung seperti penari atau gerak ombak di laut.

Beberapa jenis garis beserta suasana yang ditimbulkannya seperti, garis lurus mengesankan kekuatan, arah dan perlawanan. garis lengkung mengesankan keanggunan, gerak, pertumbuhan. Berikut ini beberapa jenis garis beserta asosiasi yang ditimbulkan :

  • Horizontal : Memberi sugesti ketenangan atau hal yang tak bergerak.
  • Vertikal : Stabilitas, kekuatan atau kemegahan.
  • Diagonal : Tidak stabil, sesuatu yang bergerak atau dinamika.
  • Lengkung S : Grace, keanggunan.
  • Zigzag : Bergairah, semangat, dinamika atau gerak cepat.
  • Bending up right : Sedih, lesu atau kedukaan
  • Diminishing Perspective : Adanya jarak, kejauhan, kerinduan, dan sebagainnya.
  • Concentric Arcs : Perluasan, gerakan mengembang, kegembiraan.
  • Pyramide : Stabil, megah, kuat atau kekuatan yang masif.
  • Conflicting Diagonal : Peperangan, Konflik, kebencian dan kebingungan.
  • Spiral : Kelahiran atau generative force.
  • Rhytmic horizontals : Malas, ketenangan yang menyenangkan
  • Upward Swirls : Semangat menyalah, berkobar-kobar, hasrat yang tumbuh.
  • Upward Spray : Pertumbuhan, spontanitas, idealisme.
  • Inverted Perspective : Keluasan tak terbatas, kebebasan mutlak.
  • Radiation Lines : Pemusatan, peletupan atau letusan. 
Lebih jauh lagi, garis sesuai fungsinya yang khas, yang mampu membentuk symbol yang memiliki pengertian khusus sangat menunjang penggunannya sebagai elemen symbol. Penggunaan garis sebagai elemen symbol, pertama kali diperkanalkan oleh Otto Neurath (1882 - 1945) seorang pengajar dan ilmuwan sosial, yang menamakan symbol tersebut sebagai Isotype. Kemudian bahasa Isotype ini berkembang dan menjadi salah satu bahasa gambar yang mampu mewakili berbagai bentuk komunikasi. Dalam perkembangan selanjutnya bentuk-bentuk simbol ini banyak dipergunakan dalam perancangan logo dalam upayah agar mudah diingat dan mempunyai daya komunikasi yang baik.


2. Bentuk

Pengertian bentuk menurut Leksikon Grafika adalah macam rupa dan wujud sesuatu, seperti bundar elips, bulat segi empat dan lain sebagainya. Dari definisi tersebut dapat diuraikan bahwa bentuk merupakan wujud rupa sesuatu, biasa berupa segi empat, segi tiga, bundar, elip dsb.

Pada proses perancangan logo, bentuk menempati posisi yang tidak kalah penting dibanding elemen-elemen lainnya, mengingat bentuk-bentuk geometries biasa merupakan simbol yang membawa nilai emosional tertentu. Hal tersebut biasa di pahami, karena pada bentuk atau rupa mempunyai muatan kesan yang kasat mata.

Seperti yang diungkapkan Plato. bahwa rupa atau bentuk merupakan bahasa dunia yang tidak dirintangi oleh perbedaaan-perbedaan seperti yang terdapat dalam bahasa kata-kata. Namun teori Plato tersebut tidak mesti berlaku semestinya. Ada asepk lain yang mengakibatkan bahasa bentuk tidak selalu efektif. Seperti penerapan bentuk-bentuk internasional dengan target sasaran tradisional atau sebaliknya. Dengan kata lain, bila target sasaran tidak terbiasa dengan bahasa kasat mata tradisional., penggunan bahasa kasat mata international demikian pula sebaliknya.

Dari pemahaman diatas, muncuk teori tentang frame of reference (kerangka referensi) dan field of reference (lapangan pengalaman) yang menjelaskan bahwa penerimaan suatu bentuk pesan, dipengaruhi oleh aspek yakni panca indra, pikiran serta ingatan.

Berikut iini bebrapa contoh bentuk dan asosiasi yang ditimbulkannya berdasarkan buku Handbook of Design & Device karya Clarence P. Hornung

  • Segitiga : Merupakan lambang konsep trinitas. Sebuah konsep religius yang mendasarkan pada tiga unsur alam semesta, yaitu Tuhan, manusia dan alam. Selain itu segitiga merupakan perwujudan dari konsep keluarga yakni ayah, ibu dan anak. Dalam dunia metafisika segitiga merupakan lambang dari raga, pikiran dan jiwa. Sedangkan pada kebudayaan Mesir, segitiga digunakan sebagai simbol feminitas dan dalam huruf Hieroglyps segitiga mengambarkan bulan.
  • Yin Yang : merupakan bentuk yang termasuk dalam jenis Monad, yakni bentuk yang terdiri dari figure geometris bulat yang terbagi oleh dua bentuk bersinggungan dengan masing-masing titik pusat yang berhadapan. Di China bentuk seperti ini disebut Yin Yang, di Jepang disebut Futatsu Tomoe sedangkan orang Korea menyebutnya Tah Gook.  Yin Yang merupakan gambaran dua prinsip alam, Yang melambangkan kecerahan Yin melambangkan kegelapan, Yang melambangkan nirwana dan Yin melambangkan dunia, Yang melambangkan matahari, Yin sebagai bulan, Yang memiliki posisi aktif, maskulin, Yin pasif, feminim. Kesemuannya itu melambangkan prinsip dasar kehidupan, yakni kesimbangan.

3. Warna

Pemahaman tentang warna dibagi dalam dua bagian berdasarkan sifat warna antara lain sebagai berikut :

Warna menurut ilmu fisika :

Adalah sifat cahaya yang bergantung dari panjang gelombang yang dipantulkan benda tersebut. Benda yang memantulkan semua panjang gelombang terlihat putih, benda yang sama sekali tidak memantulkan
terlihat hitam. Dispersi terjadi apabila sinar matahari melalui prisma kaca yang berbentuk spektrum dan kecepatan menjalarnya tergantung pada panjang gelombangnya. Warna utama dari cahaya atau spektrum adalah biru, kuning dan merah dengan kombinasi-kombinasi yang dapat membentuk segala warna.

Warna menurut ilmu Bahan.

Adalah sembarang zat tertentu yang memberikan warna. Pigmen memberikan warna pada tumbuh-tumbuhan, hewan, juga pada cat, plastik dan barang produksi lainnya kecuali pada tekxtil yang menggunakan istilah zat celup untuk mewarnainya. Suatu pigmen berwarna khas karena menghisap beberapa panjang gelombang sinar dan memantulkan yang lain. Pigmen banyak digunakan dalam industri, misalnya plastik, tinta karet dan lenolum.

Sebagai bagian dari elemen logo, warna memegang peran sebagai sarana untuk lebih mempertegas dan memperkuat kesan atau tujuan dari logo tersebut. Dalam perencanaan corporate identity, warna mempunyai fungsi untuk memperkuat aspek identitas. Lebih lanjut dikatakan oleh Henry Dreyfuss, bahwa warna digunakan dalam simbol-simbol grafis untuk mempertegas maksud dari simbol simbol tersebut. Sebagai contoh adalah penggunaan warna merah untuk berhenti dan hijau untuk jalan. Dari contoh tersebut ternayat pengaruh warna mampu memberikan impresi yang cepat dan kuat.

Kemampuan warna meciptakan impresi, mampu menimbulkan efek tertentu. Secara psikologis diurakan oleh J. Linschoten dan Drs. Mansur "warna-warna itu bukanlah suatu gejala yang hanya dapat diamati saja, warna itu mempengaruhi kelakuan, memegang peranan penting dalam penilaian estetis dan turut menentukan suka atau tidaknya kita akan macam macam barang".

Dari pemahaman dapat dijelaskan bahwa warna, selain dapat diliihat dengan mata ternyata mampu mempengaruhi perilaku seseorang, mempengaruhi nilai estetis dan turut serta menetukan suka atau tidaknya seseorang pada suatu benda. Berikut kami sajikan potensi karakter warna yang mampu meberikan kesan pada sesorang :

Hitam, sebagai warna tertua atau gelap dengan sendirinya menjadi lambang untuk sifat gulita dan juga kegelapan juga dalam hal emosional.

Putih, sebagai warna yag paling terang, melambangkan cahay, kesulitan dsb.

Abu-abu, merupakan warna yang paling netral dengan tidak adanya sifat atau kehidupan spesifik.

Merah, bersifat menaklukan, ekspansif, dominan, berkuasa aktif dan vital

Kuning, dengan sinarnya yang bersifat kurang dalam, merupakan wakil dari ha hal atau benda yang bersifat cahaya, momentum dan mengesankan sesuatu.

Biru, sebagai warna yang menimbulkan kesan dalam sesuati, sifat yang tak terhingga dan transeden, disamping itu memiliki sifat tanangan.

Hijau, mempunyai sifat keseimbangan dan selaras, membangkitkan ketenangna dan tempat mengumpulkan daya-daya baru.

Dari sekian banyak warna, dapat dibagi dalam beberapa bagian yang sering dinamakan dengan sistem warna Prang System yang ditentukan oleh Louis Prang pada 1876, meliputi :

Hue, adalah istilah yang digunkana untuk menunjukan nama dari suatu warna, seperti merah, biru, hijau dsb.

Value, adalah dimensi kedua atau mengenai terang gelapnya warna. Contohnya adalah tingkatan warna dari putih hingga hitam.

Intensity, seringkali disebt dengan chroma, adalah dimensi yang berhubungan dengan cerah atau suramnya warna.

Selain Prang System terdapat beberapa sistem warna lain yakni, CMYK atau Process Color System, Munsell Color System, Ostwarld Color System, Schopenhauer/Goethe Weighted Color System, Substractive System serta RBG Color System.

Diantara bermacam sistem tersebut, kini yang banyak digunakan dalam industri media visual cetak adalah CMYK yang membagi warna dassarnya menjadi Cyan, Magenta, Yellow dan Black. Sedangkan RGB dipergunakan dalam media visual elektronik.

4. Tipografi

Pengertian tifografi menurut buku Manuale Typographicum adalah :
"Typography can defined a art of selected right type printing in accordance with specific purpose; of so arranging the letter, distributing the space and controlling the type as to aid maximum the reader's"

Dari pengertian diatas, memberikan penjelasan bahwa tipografi merupakan seni memilih dan menata huruf dengan pengaturan penyebarannya pada ruang ruang yang tersedia, untuk menciptakan kesan khusus sehingga akan menolong pembaca untuk mendapatkan kenyamanan membaca semaksimal mungkin.

Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, huruf tak pernah lepas dari kehidupan keseharian. Hampir setiap bangsa di dunia menggunakannya sebagai sarana komunikasi. Sejarah perkembangan tipografi dimulai dari penggunaan pictograph. Bentuk bahasa ini antara lain dipergunakan oleh bangsa Viking Norwegia. Di Mesir berkembang jenis huruf Hieratia, yang terkenal dengan nama Hierologyphe pada sekitar abad 1300 SM.

Bentuk tipografi ini merupakan akar dari bentuk Demotia, yang mulai ditulis dengan menggunakan pena khusus. Bentuk tipografi tersebut akhirnya berkembang sampai di Kreta, lalu menjalar ke Yunani dan kemudian menyebar keseluruh Eropa.

Puncak perkembangan tipografi, terjadi kurang lebih pada abad ke-8 SM di Roma saat orang Romawi mulai membentuk kekuasaannya. Karena bangsa Romawi tidak memiliki sistem tulis sendiri, mereka mempelajari sistem tulis Etruska yang merupakan penduduk asli Itali serta menyempurnakannya sehinga terbentuk huruf huruf romawi.

Perkembangan tipografi saat ini mengalami perkembangan dari fase penciptaan dengan tangan, hingga mengalami komputerisasi. Fase komputerisasi  membuat penggunaan tipografi menjadi lebih mudah dan dalam waktu yang lebih cepat dengan jenis pilihan huruf yang ratusan jumlahnya.

Berikut kami sajikan beberapa jenis huruf berdasarkan klasifikasi yang dilakukan James Craig, antara lain :

Roman
Ciri dari huruf ini adalah memiliki sirip/kaki/serif yang berbentuk lancip pada ujungnya. Huruf Roman memiliki ketebalan dan ketipisan yang kontras pada garis garis hurufnya. Kesan yang ditimbulkan adalah klasi, anggun, lemah gemulai dan feminim.

Egytian
Adalah jenis huruf yang memiliki ciri kaki/sirip/serif yang berbentuk persegi seperti papan dengan ketebalan yang sama atau hampir sama. Kesan yang didapat, kokoh, kekar, kuat dan stabil.

San Serif
Pengertian San Serif adalah tanpa sirip/serif, jadi huruf jenis ini tidak memiliki sirip pada ujung hurufnya dan memiliki ketebalan huruf yang sama atau hampir sama. Kesan yang didapat moderen, kontemporer dan efisien.

Miscellaneous
Huruf jenis ini merupakan pengembangan dari bentuk bentuk yang sudah ada. Ditambah hiasan dan ornamen atau garis garis dekoratif. Kesannya dalah dekoratif fan ornamental.

Dalam pemilihan jenis huruf, yang mesti diperhatikan adalah karakter produk yang akan ditonjolkan dan juga karakter segmen pasarnnya. Seperti misalnya pada produk minyak wangi untuk wanita jarang yang menggunakan jenis huruf Egyptian karena berkesan kuat dan keras dan biasanya mempergunakan jenis huruf Roman yang bernuansa klasik dan lembut sehingga cocok dengan karakter minyak wangi dan wanita.

sumber
www.logoresource.com/artikel/elemen_logo.php

12 Juni 2012

21 tips for starting your own design studio



Essential nuggets of advice for anyone wanting to start a design studio – from those who’ve made it


Yes, we know. Considering the state of the economy and the unemployment rate, surely it’d be madness right now to put your head above the parapet and start your own studio? And yes, if that’s your thinking then maybe you’d be better off in a safe little designer’s job where you get paid on time every month to implement someone else's ideas. On the other hand, if you’re up to the challenge then there’s never a bad time to strike out on your own. Fortune, as they say, favours the bold.

For those creatives who are less experienced in the business side of things, it can be a huge challenge. That’s why we’ve contacted a pro selection of designers who have made it – and are responsible for starting some of the most successful studios around – to bring you someexpert tips on starting your own studio.

Want to know more? Check out our Design Studio Handbook, which covers everything you need to know to start and run a successful design business.
 

01 GOOD SKIP HUNTING

Bob Gray Design director Red&Grey Design
“When you’re setting up a studio, designer furniture is not a priority,” says Red&Grey’s Bob Gray. “Our tables and chairs all came from a skip outside a major telephone company that was rebranding. If we were starting out now, we would look out for liquidation sales and office closures.”

02 TAKE THE PLUNGE

Nick Nettleton Director Loft Digital 
Essentials like renting out work space and hiring new people – they’re big financial commitments, and they’re always terrifying in advance. For Nick Nettleton, these are psychological barriers – you just have to take the plunge. “Once you’re on the other side, you wonder what all the fuss was about,” he says.

03 GET A BIG TABLE

Nat Hunter D&AD Executive Committee member D&AD
Communal spaces offer many opportunities to pool your talents and bounce ideas around, so it makes sense to capitalise on this rather than just giving fate a free hand. Nat Hunter’s office must-have? “A big table for everyone to eat lunch together.”

04 THE RIGHT STUFF

Adam Jenns Founder and managing director Mainframe 
“Don’t bother starting a studio if you don’t have the intention of being the best.” Adam Jenns challenges you to succeed with any other attitude. “Few people ever get there,” he adds. “But if you don’t start out with that intention you’ll get lost in a sea of one-man bands with novel company names.”

05 THE BEST POLICY

Russell Townsend Managing director Clusta 
It’s very tempting to believe your own hype, and design is certainly a business that demands a little esprit de corps. But that’s not a sound footing, says Russell Townsend: “Firstly, don’t kid yourself, and secondly never kid the people that make your studio work – your clients, staff, suppliers, bank manager and the tax man. They make your world go round.”

06 CREATE A WEBSITE

Chris Brand Founder Christopher Brand 
According to Chris Brand, putting up a website was one of the best things that he ever did. “It’s the easiest way to show people your work,” he explains. Making sure you have the right domain name is a good idea too. Keep things as simple as possible to use, and choose a name that’s easy to remember.
07 SPACE CONTROL
Josie Harold Managing director Dirty Design 
Think about how you would like your space to work for you long term, and what works best for the business. You might want to work in an open-plan space all together with music, laughter and fun. “However, you need to think how that will work when you’ve got phone calls to make or you’re trying to write a brief – or have clients in,” says Dirty Design’s Josie Harold.

08 WORK IS WORK, HOME IS HOME

Sean Freeman Founder There Is
Working from his bedroom day-in day-out gave Sean Freeman a nasty bout of cabin fever that only wore off once he found a desk in a shared space. “Now, when I get home, it’s home,” he says. “Plus, it’s totally tax deductible, so in a roundabout way I kind of look at my desk space as paying tax.”

09 FIND SOME NATURAL LIGHT

Russell Townsend Managing director Clusta 
Everyone wants a fancy studio with a hot tub and pool table, but do you really need it? There are larger priorities, says Russell Townsend. “Make sure you have a suitable environment with good natural light and good security, and that it’s somewhere you are happy to spend a lot of time in – because you will.”

10 FUTURE-PROOF YOURSELF

Tom Skipp Founder Tom Skipp
It’s true that you get what you pay for, and since a designer’s main tool is his or her computer, it pays to get the best you can afford. “As a freelancer, I’m always on my MacBook Pro, which I find sufficient – even for artworking,” says Tom Skipp. “And I have also recently subscribed to the iPhone generation, which means that I can respond to people immediately. It’s essential to appear available at all times for clients.”

11 TAKE SOME RISKS

Adam Jenns Founder and managing director Mainframe 
Logic and restraint are not always your best friends: they can lead to piecemeal decisions and compromise. “If you don’t take risks, you’ll stay a one-man band forever,” says Adam Jenns. “I rented a big studio very early on in Mainframe’s life, and it seemed to fill itself.”

12 SPACE IS THEORETICAL

Glenn Garriock Creative director at Atelier 1A Co-founder of FormFiftyFive
Working alone isn’t ideal. “Simply the process of explaining an idea to someone else helps me figure out if it makes sense or not,” says Glenn Garriock. However, you don’t have to be isolated even if you are physically alone: “With a little help from modern technology you can share ideas and thoughts with colleagues and friends, regardless of where you are.”

13 LIVE THE DREAM

Josie Harold Managing director Dirty Design 
“Think carefully about what you want from your office space,” warns Josie Harold. “The quirky older building that feels really individual and is cheaper than more traditional office space might seem perfect, but trust me, with no double-glazing the heating bills won’t be. And if you buy flatpack desks from IKEA, plan in three days to build them.”

14 PRACTICAL MATTERS

Aurelia Lange Founder Aurelia Lange 
Talking about heating bills, illustrator and designer Aurelia Lange has some practical advice: “Setting up in the summer will give you a head start,” she laughs. Also, research all your expenses thoroughly – public liability, insurance, rates and such: “Business Link is a great resource for advice on this.”

15 SENSIBLE SOFTWARE

Russell Townsend Managing director Clusta 
These days the specs on mid-level machines are generally fine for all but the most demanding of design applications. “So try and make sure that you are very sensible about software and, in particular, hardware,” says managing director at Clusta, Russell Townsend. “Assess what you really need. Video and moving images are far more demanding than design for print.”

16 GOTTA HAVE A SYSTEM

Glenn Garriock Creative director at Atelier 1A Co-founder of FormFiftyFive
Without a decent system to help you find older files – real as well as digital – you are simply increasing your workload. Glenn Garriock’s big on filing systems for exactly this reason: “Having a methodical filing system will spare you a lot of rummaging around,” he reasons. “You never know when one of your older files or documents could come in handy to sort out a misunderstanding, or help you with your final billing.”

17 LOCATION, LOCATION, LOCATION

Aurelia Lange Founder Aurelia Lange 
Location is king, ask any estate agent. So check out the area you’re thinking of setting up in thoroughly. “How accessible are the nearest supply shops? What about banks and nice pubs to meet clients? Is there parking?” asks Aurelia Lange. And finally, how accessible are your premises? Is it 24/7? If not, how will you manage all those late nights?

18 BACK UP!

Glenn Garriock Creative director at Atelier 1A Co-founder of FormFiftyFive
“Back everything up,” advises Glenn Garriock. This doesn’t have to be expensive – you can pick up a one-terrabyte external hard drive for less then £100 these days, on which you can create a bootable carbon copy of your main hard drive. “Couple this with an online back-up service, such as Backblaze or CrashPlan, and you should be sorted.”

19 HOME FROM HOME

Aurelia Lange Founder Aurelia Lange 
You’ll be spending quite a bit of time in your studio, so make it your own. “You should create an environment that you want to spend time in,” says Aurelia Lange. “Invest in some good speakers, a comfortable chair, a kettle and some chocolate biscuits.”

20 UPDATE YOURSELF

Daniel Baer Founder Studio Baer
Keep your website up to date. “Our site is updated each quarter with new projects,” says Daniel Baer. “We adapt the studio portfolio for every client meeting in order to focus on specific areas of interest.” If you’re small, you’re nimble. Make the most of that.

21 USE SOME SHOE LEATHER

Bob Gray Design director Red&Grey Design
Searching the internet for studio space might have the advantage of speed, but you won’t be getting there via the internet superhighway. It’s best to get out and walk around until you find somewhere you like. “This is a much better way to get a feel for an area, and you can also find some hidden gems that don’t appear on larger estate agent websites,” says Bob Gray.]
Want to be your own boss? Find more advice in our Design Studio Handbook, available now.


4 Juni 2012

There’s no such thing as originality



Don’t worry too much about originality, says Jeremy Kool; just make sure you create something of quality

I started working on my first independent project, The Paper Fox, around eight months ago. If I had listened to others, I would have folded under my own doubt.

The Paper Fox will be an interactive storybook for the iPad and Android devices. The art style is digitally created to look like origami and papercraft, and while I was well aware that other 3Dartists had created various ‘hand-crafted’ pieces before, I thought that my take on the style was daring and new.

When I’m working on an art piece, I’m convinced that it’s the most innovative, cutting-edge and insightful artwork ever created. It’s a steadfast (and insulated) feeling that stays with me through the creation of any work. Of course, when looking back on the piece with the benefit of hindsight, my opinions can vary wildly. However, in the case of The Paper Fox, I look back on it with a sense that it could become something more than a single piece.

After publicising The Paper Fox and my intentions for the project, the comparisons started rolling in. People were overwhelmingly positive about the art style, but many of the comments came with examples of similar works. “This looks great; it reminds me of this,” was the overall resounding tone.

With every web link I clicked, my confidence was shaken. Clearly, my style wasn’t the unique and special snowflake I first thought it was. At a glance, many of the artworks I was directed to were exactly the same as my project. I remember thinking that I shouldn’t bother continuing with a style that had already been done a hundred times. I was close to shelving the project and relegating it to a folio piece.

The problem was, I was putting far too much stock into the concept of originality. I thought the artwork was only successful due to its unique and distinctive look. As soon as I saw that not only had it been done before, but it had been done many times over, I wondered whether there was any point in continuing.

But of course, that was a very naive and somewhat arrogant perspective. Originality plays a part in creating any artwork, but if the success of my entire work hinged on the fact that it had never been done before, then it would be doomed from the start. The same can be said for most creative projects.

The reason I’ve had some critical interest in The Paper Fox is not because of its uniqueness, although that is a part of it. I believe its appeal lies in the fact that I spent a very long time polishing the artwork to create something of quality. I wanted to give the project a sense of tactility: the feeling of rough paper; the impression of imperfect shapes bathed in warm, buttery lighting. I spent many hours simplifying the characters just enough so that they could still emote, at the same time ensuring that their silhouettes were strong.

All of these aesthetic choices, combined with the thematic ones, are what makes my – and any other project – unique. I could have easily given up on the project before it became what it is today, which is something much more than a sum of its parts. But then I never would have come to understand that there are no new jigsaw puzzles: it’s how you arrange the pieces that matter.

11 Mei 2012

GRAPHIC DESIGN THEORY?


GRAPHIC DESIGN THEORY?

Graphic design has often looked to architecture as an intellectual model. We long to infuse our work with the same kind of dense theoretical knowledge and the same kind of broad ranging, legendary critiques. But we're not architects. We're graphic designers. Our role is less defined. We cross between print and web, 2-D and 3-D. Our work is easier to produce and more ephemeral. This fluidity, coupled with a discipline-wide pragmatic streak, makes it difficult to establish a defined body of graphic design theory.
Or does it?
Graphic designers have written about the ideas behind their work since the inception of the profession. Consider F. T. Marinetti, László Moholy-Nagy, Herbert Bayer, Josef Müller-Brockman, Karl Gerstner, Katherine McCoy, Jan van Toorn and, more recently, Jessica Helfand, Dmitri Siegel and Kenya Hara. This body of work is small compared to architecture and fine arts, but it is passionate and smart.
Texts about graphic design fall under different categories of “theory.” Some analyze the process of making. Think Bauhaus experiments, methodologies that fall under the umbrella of International Typographic Style, and contemporary explorations labeled “design research.” Some texts examine the ideas behind the visual work. Authors “read” designs or design texts and put them into a wider historical/cultural context. And some apply outside theoretical discourses to the field of graphic design—deconstruction, semiotics, gender studies. Many seminal texts, of course, blur such categorizations.
Through my research I work to emphasize the value of our own theoretical base and inspire others to read and write more. Working on a recent book project got me thinking about a range of issues that face the profession today. Theory can help us address them.

(Clockwise from left): Katherine McCoy's “See Read” poster for Cranbrook Graduate Design, 1989, a photographic collage of recent graduate student work overlaid by a list of possibly opposing design values and a diagram of communication theories—a model for how deconstruction and structuralist/poststructuralist literary theories might be applied to graphic design's visual and verbal processes; a spread from László Moholy-Nagy's Malerei, Photographie, Film (Painting, Photography, Film), 1925; and a spread from Graphic Design: The New Basics (New York: Princeton Architectural Press, 2008), written and designed by Ellen Lupton and Jennifer Cole Phillips, in which Lupton explores emerging universals within the practice of graphic design, including newly relevant concepts like transparency and layering.

Design increasingly lives in the actions of its users

Think Flickr, Facebook, Etsy, Lulu, Threadless and the multitude of blogs. Users approach software and the web with the expectation of filling in their own content and shaping their own visual identities—often with guidance from prepackaged forms. Dmitri Siegel calls this phenomenon “the templated mind.” Designers are grappling with their own place in this DIY phenomenon. Creativity is no longer the sole territory of a separate “creative class.” Designers can lead this new participatory culture by developing frameworks that enable others to create; doing so, however, means allowing our once-specialized skills to become more widespread and accessible. That transfer of knowledge is threatening to some, liberating to others.

Technology alters our aesthetics even as we struggle against it

Designers everywhere strive to create unique visual voices despite the prevalence of stock photography and the monolithic hold of Adobe Creative Suite. Simultaneously, as noted by design and media critic Lev Manovich, specific techniques, artistic languages, and vocabularies previously isolated within individual professions are being imported and exported across software applications and professions. This new common language of hybridity and “remixability,” through which most visual artists now work, is unlike anything seen before. Technology has irreversibly changed our sense of aesthetics, giving us both more power and less.

We should encourage collaboration and communal experience

What's the good of multi-touch technology if we don't want to sit down together? Collaboration and community fuel world-changing design solutions. Despite our connections online, many people are experiencing a growing sense of personal isolation. How can we, as designers, combat that isolation with projects that foster community? Media activist Kalle Lasn has warned designers: “We have lost our plot. Our story line. We have lost our soul.” Producing work that fosters real connections may be one way of getting that soul back.

We all write more today than we did 15 years ago

Blogs, emails, Twitter-we communicate with many more people through text than through speech. If grammar imparts order and structure to our thoughts, then this increase in writing brings value to our society and our discipline. Design authorship, an issue debated by influential figures like Michael Rock, Ellen Lupton and Jessica Helfand over the course of the last decade, foregrounded the active relationship between text and image and between a discipline and its discourse. The expansion of written communication makes possible thoughtful contributions to the larger discourse of design by a wider slice of the graphic design population.

The central metaphor of our current society is the network

Even if we don't all understand the computer codes that run the back end of our digital age, we can comprehend the networked structure of our day and design to meet it. Avant-garde artists at the beginning of the last century, including F. T. Marinetti, László Moholy-Nagy and Aleksandr Rodchenko, were adept at activating their own networks: newspapers, magazines, lectures and written correspondence. Recently, I heard lectures by Emily Pilloton of Project H and Cameron Sinclair of Architecture for Humanity, two young designers who are creating opportunities, locally and around the world, for designers to improve basic human living conditions. The connectivity of the web is critical to their success. Efficient networks for spreading change and prosperity are already in place. We just have to grasp them.
Designers in the early 20th century rose to the challenges of their societies. We too can take on the complexities of our time, the rising millennium. Delving into our theoretical base equips us to address critical material problems in the world and our discipline.